Monday, May 25, 2015

Enam Jenis Gangguan Mental Akibat Sering Internetan

Internet telah menjadi gaya hidup bagi masyarakat modern. Bukan lagi selingan, internet kini menjadi kebutuhan bagi semua kalangan, karena memberikan kemudahan dalam mencari informasi dan berkomunikasi.

Demam internet tidak hanya terjadi pada masyarakat perkotaan, namun juga merambah ke wilayah urban dan daerah pedesaan. Layanan yang ditawarkan membuat orang betah berlama-lama di depan laptop atau gadget yang terhubung dengan internet. Hal ini tentu tentu menimbulkan masalah sosial baru. Internet menjadi hal yang mendekatkan yang jauh, namun menjauhkan yang dekat.

Tidak hanya itu, keseringan internetan juga berdampak pada psikologis seseorang. Mulai dari gangguan emosi, hingga rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri. Berikut ini adalah 6 ancaman gangguan mental saat kita sedang online:

1. Online Intermittent Explosive Disorder/OIED
OIED merupakan gangguan kepribadian seseorang yang ditandai dengan emosi yang mudah meledak di saat online. Gejalanya tidak begitu terlihat, mereka masih bisa bersenda gurau dan hangat pada awal perbincangan. Namun beberapa saat kemudian, amarahnya bisa meledak jika ada sesuatu yang menyinggung perasaaanya. Mereka biasanya meluapkan ke akun media sosial untuk mewakili perasaan tertentu.

Hal ini bisa terjadi karena biasanya seseorang menahan hasrat untuk melakukannya di dunia nyata. Sementara di online, orang biasanya menyembunyikan identitasnya sehingga bebas untuk meluapkan amarahnya tanpa takut reputasinya akan buruk.

Ungkapan perasaan lewat tulisan memang tidak memperlihatkan gambaran emosi yang jelas layaknya nada suara, mimik dan bahasa tubuh. Sehingga orang cenderung menggunakan kata-kata yang tajam, kasar dan keras untuk mewakili sebuah perasaan tertentu.

2. Low Forum Frustration Tolerance/LFFT
Gangguan ini terlihat dari toleransi yang rendah terhadap kekalahan dalam forum.  Mereka digambarkan sepert anak-anak yang menginginkan sebuah mainan, dimana mereka akan mengguling-guling ke lantai demi mendapatkan keinginannya. Mereka mencari-cari kepuasan segera atau penghindaran dari rasa sakit dengan segera.

Mereka yang suka melakukan posting sering kali merasa bahwa tulisannya sangat sempurna sehingga setiap waktu mengecek notifikasi postingan tersebut. Jika ia mendapat komentar-komentar miring penuh kritik, maka dengan cepat ia akan meluncurkan jawaban yang akan mematahkan tanggapan itu. Jika tidak ada yang memberikan komentar, dia akan mengirimkan komentarnya sendiri – mungkin dengan nama lain – untuk meramaikan tulisannya.

Perilaku ini menyebabkan sifat tidak sabar terhadap sesuatu hal. Pasalnya penderita ingin cepat direspon pihak lain. Ketidaksabaran ini meminimalkan toleransi terhadap serangan yang menimbulkan ketersinggungan.

3. Munchausen Syndrom
Gangguan ini  ditandai dengan postingan yang merendahkan diri sendiri agar tergambar seperti orang sakit. Mereka membuat kebohongan, menirukan atau menambah buruk suatu keadaan.  Hal ini terjadi karena sangat mudah membuat kebohongan di internet. Hal ini terjadi karena di Internet akan sangat mudah membuat sebuah kebohongan. Pasalnya tidak seorang pun bisa memeriksa kebenaran dan fakta-faktanya.

4. Online Obsessive-Compulsive Personality Disorder/OOCPD
Ini adalah gangguan kepribadian yang tergoda memaksa orang lain pada saat online.  Gangguan ini contohnya dalam kegilaan tata bahasa. Jika ada seseorang yang salah ketika memposting sesuatu, maka dia langsung menyerang dan dengan keras memprotesnya.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Penderita OCPD merasakan ketakutan yang tidak logis terhadap dunia yang lebih berantakan, lebih kotor dan lebih kacau dibanding seharusnya yang dia pikirkan; sehingga secara cepat keadaan menjadi lebih buruk, dan akan mengalami kehancuran sampai ada seseorang yang memperbaikinya.
Di Internet, setelah membaca setiap komentar-komentar, orang normal akan menderita nasib yang sama. Tata bahasa yang keliru, pilihan kata yang tidak tepat, atau bahasa gaul yang membingungkan, mendesak anda untuk mengoreksinya. Tidak sulit merasakan keinginan untuk melatih diri menggunakan bahasa yang benar

5. Low Cyber Self-Esteem (LCSE)
Gangguan ini ditandai dengan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri.  Jika sampai kepada tingkat ekstrem, hal itu dapat berubah menjadi Online Erotic Humiliation atau pelecehan seksual secara online, di mana pelecehan menjadi sebuah tindakan nyata. Sehingga ketika anda mengatakan kepada seseorang agar melakukan sebuah tindakan seksual, mungkin dia akan menganggap hal itu penting dan dia dengan sungguh-sungguh akan melakukannya.

Pencari perhatian mendapatkan apa yang diinginkannya, dan penghina diri sendiri mendapatkan cukup ketegangan untuk mengaktualisasikan dirinya yang intropet melalui sinyal-sinyal yang dikirimnya via keyboard.

6. Internet Asperger’s Syndrome
Gangguan ini ditandai dengan hilangnya semua aturan sosial dan empati pada diri seseorang. Hal ini disebabkan karena mereka sehari-hari berhadapan dengan sebuah benda mati dan berkomunikasi via papan tombol dan monitor dalam satu kesempatan. Secara ringkas, sindrome ini menyerupai autisme  yang tampak berupa ketidakmampuan biologi untuk menunjukkan empati kepada manusia lain, mungkin disebabkan ketidakmampuan untuk mengenali isyarat nonverbal. Mereka secara terus-menerus bertingkah aneh dan mengganggu disebabkan mereka tidak mengetahui bahwa anda terganggu. Ada bagian dari otak mereka yang rusak.

Orang yang melakukan semua komunikasi online mereka menampilkan perilaku Asperger karena mereka ingin memberikan kesan ada kerugian yang sama pada diri sendiri. Di dalam hal ini, ketika kemampuan melihat respon dan mimik wajah atau ekspresi nonverbal sudah hilang, begitu juga dengan empati. Maka hal yang anda beritahukan hanya kepada orang yang tidak ada, karena itu hanyalah sekelompok kata-kata pada layar. Sekelompok kata-kata kecil yang tidak berarti.

Tidak ada larangan untuk internetan jika sebatas kewajaran. Jangan biarkan internet menguasai dan mengendalikan anda.  Semoga informasi ini bermanfaat dan terimakasih sudah membaca.

Advertiser